Rabu, 28 Oktober 2015

Aku dan Indonesia

Apa yang ku harapkan dari Indonesia? Udara segar.
Apa yang Indonesia harapkan dari ku? Cintai tumbuhannya.

Apa yang ku harapkan dari Indonesia? Tanah subur.
Apa yang Indonesia harapkan dariku? Jaga alamnya.

Apa yang ku harapkan dari Indonesia? Kemakmuran.
Apa yang Indonesia harapkan dariku? Lindungi kekayaannya.

Apa yang ku harapkan dari Indonesia? Kesejahteraan.
Apa yang Indonesia harapkan dariku? Kejujuran.

Sumpah Pemuda

Soempah Pemoeda, 28 Oktober 1928:

1. Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

2. Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

3. Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Delapan puluh tujuh tahun yang lalu, pemuda-pemudi Indonesia dengan semangat nasionalisme tak tertandingi mengikrarkan sumpah yang menjadi bukti otentik sebuah cita-cita perjuangan.

Delapan puluh tujuh tahun yang lalu, pemuda-pemudi Indonesia dengan semangat nasionalisme tak tertandingi mengikrarkan kebanggaan terhadap Ibu pertiwi.

Delapan puluh tujuh tahun yang lalu, pemuda-pemudi Indonesia dengan semangat tak tertandingi mengikrarkan bahasa yang menjadi identitas bangsa.

Saat ini, 28 Oktober 2015.
Dua puluh dua tahun sudah saya hidup sebagai pemudi Indonesia. Merasakan kesegaran bahkan kepengapan udara Indonesia. Menikmati aroma  kesuburan bahkan ketandusan tanah Indonesia. Menyaksikan silih berganti pimpinan Indonesia. Saya bangga menjadi Indonesia.

28 Oktober 2015, sumpah pemuda kembali bergema dalam peringatan. Saya berdoa agar pemuda-pemudi yang dulu mengikrarkan sumpah itu dengan suara, tidak kecewa kepada penerus mereka saat ini.

Sebagai pemudi, semoga saya bisa menjalankan sumpah yang telah diikrarkan oleh pemuda-pemudi terdahulu. Paling tidak, saya harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap ucapan untuk memperingati hari besar Indonesia. Paling tidak, saya harus  mencintai tanah Indonesia yang saya pijaki dengan tidak membiarkannya kotor oleh apapun. Paling tidak, saya harus menjadi pribadi yang disiplin dan mandiri. Paling tidak, sebagai tenaga pendidik, saya harus bisa ikut serta  melanjutkan cita-cita kemerdekaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan semangat dan ketulusan.

Saya berdoa agar semangat nasionalisme terus berkembang dalam diri saya maupun dalam diri setiap pemuda-pemudi Indonesia. Saya mencintai Indonesia.

Rabu, 21 Oktober 2015

Elegi Mawar Berduri

Senyummu indah menyayat nadi
Sisakan luka bernanah kini
Kian hari kian menjadi
Tak sanggup ku rawat lagi

Ingin ku bunuh saja hati
Agar diam asa diri
Membungkam segala ilusi
Tentang hati yang kan bertepi

Mayapada tertawa melihat rona merah yang menghitam
Citra cinta yang berujung kelam
Aku terdiam semakin dalam
Meratapi rasa yang kian kejam

Seolah mega mengejek ku juga
Menarik pulang sekawanan udara
Hampa
Ingin aku mati saja!
Membawa cinta ini menuju kerak neraka

Paripurna sudah elegi mawar berduri 
Setelah kau ucap, aku tak berarti
Mati saja hati!
Bunuh saja diri!


-Perempuan perawat mawar berduri-
290915.23:13

Selasa, 20 Oktober 2015

Delusi

Di bawah lampu jalan
Kau tatap aku riang
Ku hampiri perlahan
Kau hilang..

Di balik rinai hujan
Kau berjalan tenang
Ku susul perlahan
Kau hilang..

Di hadapanku bermandi cahaya bulan
Kau ulurkan tangan menantang
Ku balas perlahan
Kau hilang..

Oktober Bagiku...

Oktober bagiku ialah bulan mati. Bagaimana tidak, hatiku dipermalukan sejadinya. Meninggalkan bekas indah tak kasat mata. Miris. Inginku mati saja..

Oktober bagiku ialah kelam.
Aku terdampar di sudut keramaian namun tak satupun dapat ku lihat. Berbayang.

Oktober bagiku ialah senyap.
Suaramu menggema di gendang telinga tapi tak satupun bisa ku dengar. Raut wajahmu merona saat bercerita namun tak satupun dapat ku cerna. Aku kehilangan nada.

Oktober bagiku hanyalah imaji.
Kesalahanku ialah pernah membayangkan janji suci bersamamu.
Kebodohanku ialah tak pernah menyadari aku bagai kerikil tak berarti pada pijakan kakimu nan pasti.

Oktober bagiku ialah virus.
Menggerogoti hati hingga ke nadi. Menggerus seluruh ideologi yang selalu ku junjung tinggi. Aku penguasa diri, aku pengendali hati. Kini hanya ilusi.

Aku mati di pijakan kakimu.
Aku mati dilangkah pertamamu.
Aku mati di bahagiamu.
Aku mati dipilihanmu.
Aku mati di ukiran tinta emas namamu yang terangkai dengannya pasti.

Kosong


Aku ingin menjadi penulis
Aku ingin karyaku dinikmati
Aku ingin imajinasiku disukai
"Membaca saja kau enggan!" cibir kertas kepadaku.

Kosong

Aku ingin menjadi penulis
Aku ingin karyaku dinikmati
Aku ingin imajinasiku disukai
"Menulis  saja kau malas!" caci pena kepadaku.

Kosong

Aku akan menulis
Aku akan berkarya
Ya, aku akan berimajinasi
''Kau ucap itu lagi dan lagi, badanku mulai rapuh!'' kertas berteriak, ia menguning hampir mati.

Kosong

Sebentar lagi aku akan menulis
Sebentar lagi aku akan berkarya
Ya, sebentar lagi aku akan berimajinasi
Kosong.
''Aku sudah lelah menanti!" hardik tinta yang telah beku.
Kosong.

Kosong.

Masih kosong.

Tetap kosong.