Minggu, 31 Mei 2015

Sajak ber-Akhir

Akhirnya..
Aku sampai pada titik balik minimum yang mengharuskanku untuk memilih. Melanjutkannya bersamamu atau melanjutkannya sebagai kenangan saja.

Akhirnya..
Aku sampai pada bagian dimana rasa tak lagi mampu didusta.
Bersamamu tentu saja bahagia, tapi apa guna jika itu hanya sementara

Akhirnya..
Aku sampai pada pemahaman bahwa cinta tak selamanya bisa direncana.
Apalagi sampai direkayasa untuk sebuah jalan cerita yang berakhir bahagia

Akhirnya..
Aku sampai pada sebuah logika nyata. Bahwa berpijak di tanah berduri akan jauh lebih baik daripada berjalan bersamamu di awang-awang semu

Akhirnya..
Aku sampai pada penglihatan yang menghadirkan ilusi.
Sebuah pohon berwarna hijau muda padahal aslinya telah coklat tua

Akhirnya..
Aku sampai pada akhir cerita.
Aku dan kamu, bukan kita.

(Cermin) Pengukuhan yang Menghitam

Aku lulus. Aku berhasil merampungkan tiga setengah tahun proses perkuliahan dan aku dinyatakan lulus. Lebih cepat dari yang kau bayangkan. Iya, aku mendapatkan gelar pendidikan itu. Gelar yang selama ini kau nantikan. Gelar pendidikan yang selama ini kau perjuangkan untukku. Aku tahu, tak semudah itu kau mendampingiku dalam setiap prosesnya. Aku juga tahu betapa bahagianya kau saat ku hadiahi kabar itu melalui sambungan telepon. Ya, saat itu kita terpisah jarak. Bahkan aku pun tahu saat itu kau sedang menangis, terharu. Kau akan mendampingiku. Itu yang kau janjikan untukku. Tentu saja aku tidak sabar menanti hari pengukuhan gelarku. Sudah terbayang betapa bahagianya aku, kau dan kita.

Ini bagian yang tak ku suka. Kurang dari dua puluh empat jam sebelum hari itu, kau memberiku kabar yang sama sekali tak ku butuhkan. Penerbanganmu dibatalkan. Aku kehilangan tempat berpijak. Aku kehilangan udara untuk bernafas. Aku marah. Aku kecewa. Entah kepada siapa. Namun, dengan air mata tetap ku lalui hari pengukuhan gelar yang menghitam itu.

Sekarang aku disini, berdiri menatap sebuah figura yang memajang potret diri dengan toga, beserta ibu dan adik-adik tanpa kau tentu saja.
Sekarang aku mengerti bahwa saat itu kau yang lebih tersakiti, bukan aku. Maafkan aku.

Cermin. Cerita mini yang tidak lebih dari 200 kata. Ini adalah cermin kali ke-tiga yang saya kirim untuk menyemarakkan event mingguan @bentangpustaka :D

Jumat, 29 Mei 2015

Surat Cinta Pertama



Dear Warung Blogger

Bersamamu aku mengenal dunia
Menjadi bahagianmu sungguh membuatku bahagia
Di usiamu yang masih sangat belia
Ku rangkai doa sederhana dengan pengharapan luar biasa
Selamat bertambah usia Warung Blogger tercinta..

Malu sebenarnya karena aku tak pandai merangkai kata apalagi menjadikannya sebuah surat cinta. Tapi, untuk menyemarakkan usiamu yang keempat ini aku rela deh menutup muka. Hahaa...

Warung Blogger. Aku mengenalmu belum lama, tapi kau sungguh mampu membuatku merasa istimewa dengan caramu sendiri tentu saja. Aku bahkan lupa, apa dan siapa yang telah mengantarkanku bisa mengenalmu bahkan sekarang menjadi bahagianmu. Entahlah. Mungkin ini yang dinamakan jodoh, aku jatuh cinta padamu tanpa tahu asal mula. Sungguh aku berterima kasih kepadanya yang telah mempertemukan kita.

Ah, Warung Blogger. Aku masih ingat, tepat di momen bertambahnya usiamu aku ikut memberikan ucapan selamat tanpa mengharap respon apa-apa mengingat statusku masih biru sebagai warga baru. Tapi, siapa yang menyangka kau merespon ucapanku. Kau membalas ucapanku, bahkan lebih cepat dari aku menuliskan ucapan itu (oke ini lebay, peaceee :D ). Sekali lagi aku merasa istimewa dengan caramu. Kau begitu hangat kepada aku dan mereka yang menjadi bahagianmu.

Warung Blogger, bersamamu aku mengenal dunia. Ya, Aku masih sangat baru di dunia (per-blogger-an) ini. Sebelumnya aku hanya bisa memaksa sahabatku untuk mengunjungi blog yang berisi karya-karyaku yang tak seberapa, sungguh malu. Tapi, sejak bersamamu aku tak melakukannya lagi, cukup dengan #HappyBlogging semuanya menjadi lebih mudah. Mereka datang mengunjungi karyaku tanpa paksaan, memberikan komentar bahkan pujian yang sama sekali tak ku sangka. Bersamamu juga aku mengenal mereka. Terima kasih telah menjadi rumah menyenangkan untuk kami para pemula.

Bagianmu yang menjadi favoritku adalah #HappyBlogging karena banyak ilmu disana. Masih ingat gimana aku tanpa malu membagi link postinganku dengan menyertakan #HappyBlogging. Aku pikir, aku akan terabaikan mengingat statusku yang masih baru. Tapi, tak lama tab pemberitahuan itu membuatku lagi-lagi merasa istimewa. Kau me-reshare postinganku. Iya, postinganku. Ah, maafkan aku sempat berburuk sangka padamu. Bersamamu aku bisa merasakan bagaimana sebuah karya yang aku buat  bisa dinikmati oleh mereka. Sungguh rasa yang luar biasa. Bahagia.

Rasanya tak ada celah untukku menghakimimu dengan kritikan. Rasanya juga tak pantas karena aku masih belum mengenalmu terlalu dalam. Sejauh ini kau begitu hangat kepada aku dan mereka yang menjadi bahagianmu. Selalu kau sapa kami dengan keramahan ketika membuka mata bahkan sebelum mata ini kembali terpejam dan selalu menyertakan #WargaWB. Semoga seterusnya tetap seperti itu. Aku sungguh beruntung bisa bersamamu. Tapi, jika memang harus untuk kebaikanmu, baiklah. Aku rasa kau harus lebih sering lagi dalam me-reshare postingan serta lebih dekat lagi dengan wargamu. Oke, ini bukan kritikan tapi lebih kepada pengharapanku. Maafkan.

Terima kasih warung blogger
Terima kasih untuk yang tak terlihat, yang ada di dapur warung
Semoga tetap semangat menyeduh ilmu untuk kami nikmati
Terima kasih

Aku tak yakin ini bisa dibilang surat cinta atau tidak. Ah, biarlah. Yang jelas melalui surat (cinta) pertama ini aku hanya ingin mengutarakan apa yang ku rasa.
Selamat ulang tahun yang ke empat Warung Blogger tercinta. Semoga ada ulang tahun kelima, keenam, ketujuh dan kesekiannya. Aamiin. Di momen #4tahunWB kali ini hanya doa sederhana yang bisa ku hadiahkan untukmu. Semoga kau tetap eksis dan tetap ada untuk merangkul dan memberikan seduhan kopi hangat penuh adiksi untuk kami; ilmu.

Semoga aku juga tetap bisa menuliskan surat kedua, ketiga, keempat dan kesekiannya untukmu, tanpa berbatas 750 kata tentu saja. Aamiin. :D
Selamat ulang tahun warung blogger tercinta.

Sekian dulu ya surat dariku. Ah, sungguh aku tak sabar untuk menuliskan surat berikutnya untukmu. Aku tunggu balasan surat darimu. :D

With Love
@Ameee93
Warga baru yang banyak mau.
Hahaa



Psssttt... sejak jadian sama Warung Blogger, twitterku jadi rame loh. Iya, lebih rame dari biasanya :D

Kamis, 28 Mei 2015

Sajak Sendirian

Lebih baik sendiri, daripada berakhir dengan keributan

Lebih baik sendiri, daripada terus merasa istimewa padahal bukan apa-apa

Akhirnya ku ucap terima kasih untuk rasa yang tak biasa walaupun hanya sementara

Dan ku rapal untaian maaf untuk dia, yang sempat terpikir olehku untuk merebutmu darinya

Ah, hanya aku yang terlalu berharap lebih padamu, Tuan

Sampai akhirnya distilasi alkena mengajarkan

Bahwa cinta bukan tentang kepemilikan

Melainkan cinta adalah tentang keikhlasan

Pun ikhlas mencintaimu dalam kesendirian

Aku meng-iya-kan.

Terima kasih untuk Mas Wiranagara dan distilasi alkena-nya :)

Selasa, 26 Mei 2015

Cinta Luar Biasa

Cinta itu tak terlihat tapi teraba
Menghampiri setiap orang tanpa kenal nama ataupun rupa
Ada yang mewujudkannya nyata
Namun ada juga yang memupuknya dalam hening suara

"Ciee El, diperhatiin mulu deh"
"Gue jatuh cinta sama dia"
"Udah seratus kali lo bilang"
yang dipanggil El tersenyum tanpa melepas pandangannya dari objek yang menjadi perbincangan mereka saat itu. Ya, udah lama El mencintai gadis yang menjadi objek pandangannya itu. Mencintai dalam diam.
"Jangan diliatin mulu, ga bisa tidur lo ntar"

Tak semua orang mampu mencinta tanpa suara
Menahan setiap gejolak yang ada
Menyapa seolah tanpa rasa
Tak semudah yang dikira, nona

"Gue tadi ga sengaja ketemu dia di kantin kampus"
"Terus?"
"Gue nyapa, akhirnya kita makan bareng"
"Lo makan??"
"Engga, gue cuma ngeliatin dia. Bisa ada di dekat dia dan natap wajah dia seintens itu udah bikin gue kenyang"
"Ga heran sih"
"Gue mau nembak dia"
"Lo gila"
"Gue cinta sama dia"

Ketika cinta mengalahkan segala
Menumbuhkan segala asa
Melumpuhkan seluruh logika
Karena cinta aku bisa

"Haii Luna"
"Eh elo, El. Haii" gadis yang disapa Luna itu tersenyum.
"Boleh bicara sebentar Lun?"
"Ada apa El?"
"Gue jatuh cinta"
"Seriuus lo??" Luna sangat antusias mendengar curhatan El.
"Iya"
"Kalo boleh gue tau, siapa yang beruntung itu El?"
"Kamu, Luna" sontak jawaban El membuat Luna membisu.

Siapa yang tak senang jika dicinta
Siapa yang tak bahagia jika didamba
Namun, apa daya jika dianugerahi hati yang sama

"Gue udah nembak dia tadi pagi"
Penuturan El tentu saja membuat Reina seketika tersedak dari aktivitas minum tehnya, tak menyangka sahabatnya itu nekat juga karena cinta.
"Nekat lo. Trus jawaban dia gmna?"
"Ga dijawab tapi juga ga ada penolakan Rein" Reina tau persis gimana sahabatnya itu menderita karena merawat cinta secara diam-diam.
"Udah lah El, mungkin aja dia udah ilfill sama lo. Sekarang lo lupain dia dan buka hati lo buat orang lain. Buat cinta yang lebih pantas"
El tampak mengacak rambutnya yang cepak itu frustasi.
"Gue ga bisa"

Bukankah cinta itu anugerah
Seperti yang sering didendangkan para pujangga
Jika Tuhan menghadiahi cinta
Bukan tidak mungkin juga disediakan jalan untuk mengupaya

El sama sekali ga mundur. Dia semakin berupaya mendekati Luna, memberi gadis itu perhatian lebih dari biasanya. Luna sama sekali tidak menolak diperlakukan lebih istimewa oleh El. Sampai akhirnya di hari ketiga setelah penyataan cinta itu El mengirim setangkai mawar merah untuk Luna.
"Kak Luna, ada titipan nih" seorang mahasiswi yang merupakan adik tingkat Luna memberikan setangkai mawar merah beserta sebuah kartu yang tentu saja membuat Luna mengernyitkan dahi. Luna membuka kartu tersebut dan semakin terkaget ketika membaca tulisan di kartu itu.

Dear Luna..
I love you. Kamu mau jadi pacar aku??

Luna membaca tulisan di kartu itu berulangkali, entah perasaan macam apa yang sedang memenuhi ruang hatinya saat ini. Seperti ada penolakan sekaligus penerimaan.
Luna langsung mengambil handphonenya dan mengetikkan sederet kalimat yang tentu saja ditujukan untuk si pengirim mawar merah yang baru saja diterimanya.

Ketika cinta menyapa
Entah kepada siapa
Yang jelas rasa itu muncul tiba-tiba
Yang membuat penerima mampu menebas segala
Ya, (mungkin) aku bisa

Tiga bulan sudah El dan Luna menjalin hubungan yang tak biasa. Bagi El, Luna adalah gadis yang beda dari kebanyakan gadis diluar sana. Sifatnya yang cenderung cuek, ga perhatian tapi mampu membuat El menyayangi gadis itu lebih dari apapun. Akhir-akhir ini El tau Luna sedang sibuk dengan skripsinya, El sangat ingin melihat Luna sukses dan bisa mendampingi gadis itu di hari wisudanya nanti. Itu juga yang membuat El tidak banyak menuntut. El menyayangi Luna meski dia tau ga semua orang bisa menerima hubungan mereka.

"Dia masih ga ngabarin lo?" El sedang bersama Reina, sahabat yang selalu mendengar keluh kesahny.
"Iya, mungkin dia sibuk sama skripsinya"
"Engga lah El, gue rasa dia cuma main-main sama lo. Ga mungkin dia mau sama lo" entah apa maksud ucapan Reina itu.
"Dia sayang kok sama gue"
"Dia cuma manfaatin lo"
"Dia ga manfaatin gue"
Lagi-lagi perdebatan itu terjadi, Reina memang selalu memberi dukungan kepada El dalam urusan apapun, tapi entah kenapa untuk hal yang satu ini Reina sama sekali tidak berniat mensupport sahabatnya itu. Ada perasaan tidak rela.
"El, lo buka mata dan hati lo. Lo udah dibutain sama cinta El"
"Gue cinta sama dia"
"Iya gue tau, tapi lo ga boleh sampai sejauh ini. Keluarga lo ga suka"
El terdiam mendengar ucapan Reina. Ya, ga semua orang bisa menerima.
"Gue ga peduli"
"Lo tau resikonya kan El?" Reina mulai melunak, dia sangat tau watak sahabatnya ini.
"Gue tau. Gue tau bahkan langit pun ga suka dengan hubungan gue ini. Walaupun nanti Tuhan bakal misahin gue sama dia, tapi gue janji sama diri gue sendiri. Gue bakal ada di kiri, kanan bahkan di depan buat ngelindungin dia. Gue sayang banget sama dia Rein" suara El bergetar diakhir kalimatnya. El menangis.
Reina hanya menatap sahabatnya itu iba, dia tau betul dilema apa yang sedang El hadapi. Reina perlahan mendekati El dan merengkuhnya. Berupaya menyalurkan kekuatan yang dia punya.
"El.. gue yakin ini pasti ada jalan keluarnya. Lo harus tetap jadi Eliana yang gue kenal. Lo harus tetap kuat El, malu sama dandanan lo yang udah cowok banget kalo lo nangis kayak gini. Cewek tomboy"

Cinta, semacam permen dari langit dengan rasa yang komplit dalam sekali gigit.
Tak ada yang bisa menolak ketika dianugerahi cinta, tak terkecuali mereka dengan hati yang sama.

Based on true story. Terima kasih buat kakak tomboy yang udah mau berbagi kisahnya sama Aku :D

Cinta Luar Biasa

Cinta itu tak terlihat tapi teraba
Menghampiri setiap orang tanpa kenal nama ataupun rupa
Ada yang mewujudkannya nyata
Namun ada juga yang memupuknya dalam hening suara

"Ciee El, diperhatiin mulu deh"
"Gue jatuh cinta sama dia"
"Udah seratus kali lo bilang"
yang dipanggil El tersenyum tanpa melepas pandangannya dari objek yang menjadi perbincangan mereka saat itu. Ya, udah lama El mencintai gadis yang menjadi objek pandangannya itu. Mencintai dalam diam.
"Jangan diliatin mulu, ga bisa tidur lo ntar"

Tak semua orang mampu mencinta tanpa suara
Menahan setiap gejolak yang ada
Menyapa seolah tanpa rasa
Tak semudah yang dikira, nona

"Gue tadi ga sengaja ketemu dia di kantin kampus"
"Terus?"
"Gue nyapa, akhirnya kita makan bareng"
"Lo makan??"
"Engga, gue cuma ngeliatin dia. Bisa ada di dekat dia dan natap wajah dia seintens itu udah bikin gue kenyang"
"Ga heran sih"
"Gue mau nembak dia"
"Lo gila"
"Gue cinta sama dia"

Ketika cinta mengalahkan segala
Menumbuhkan segala asa
Melumpuhkan seluruh logika
Karena cinta aku bisa

"Haii Luna"
"Eh elo, El. Haii" gadis yang disapa Luna itu tersenyum.
"Boleh bicara sebentar Lun?"
"Ada apa El?"
"Gue jatuh cinta"
"Seriuus lo??" Luna sangat antusias mendengar curhatan El.
"Iya"
"Kalo boleh gue tau, siapa yang beruntung itu El?"
"Kamu, Luna" sontak jawaban El membuat Luna membisu.

Siapa yang tak senang jika dicinta
Siapa yang tak bahagia jika didamba
Namun, apa daya jika dianugerahi hati yang sama

"Gue udah nembak dia tadi pagi"
Penuturan El tentu saja membuat Reina seketika tersedak dari aktivitas minum tehnya, tak menyangka sahabatnya itu nekat juga karena cinta.
"Nekat lo. Trus jawaban dia gmna?"
"Ga dijawab tapi juga ga ada penolakan Rein" Reina tau persis gimana sahabatnya itu menderita karena merawat cinta secara diam-diam.
"Udah lah El, mungkin aja dia udah ilfill sama lo. Sekarang lo lupain dia dan buka hati lo buat orang lain. Buat cinta yang lebih pantas"
El tampak mengacak rambutnya yang cepak itu frustasi.
"Gue ga bisa"

Bukankah cinta itu anugerah
Seperti yang sering didendangkan para pujangga
Jika Tuhan menghadiahi cinta
Bukan tidak mungkin juga disediakan jalan untuk mengupaya

El sama sekali ga mundur. Dia semakin berupaya mendekati Luna, memberi gadis itu perhatian lebih dari biasanya. Luna sama sekali tidak menolak diperlakukan lebih istimewa oleh El. Sampai akhirnya di hari ketiga setelah penyataan cinta itu El mengirim setangkai mawar merah untuk Luna.
"Kak Luna, ada titipan nih" seorang mahasiswi yang merupakan adik tingkat Luna memberikan setangkai mawar merah beserta sebuah kartu yang tentu saja membuat Luna mengernyitkan dahi. Luna membuka kartu tersebut dan semakin terkaget ketika membaca tulisan di kartu itu.

Dear Luna..
I love you. Kamu mau jadi pacar aku??

Luna membaca tulisan di kartu itu berulangkali, entah perasaan macam apa yang sedang memenuhi ruang hatinya saat ini. Seperti ada penolakan sekaligus penerimaan.
Luna langsung mengambil handphonenya dan mengetikkan sederet kalimat yang tentu saja ditujukan untuk si pengirim mawar merah yang baru saja diterimanya.

Ketika cinta menyapa
Entah kepada siapa
Yang jelas rasa itu muncul tiba-tiba
Yang membuat penerima mampu menebas segala
Ya, (mungkin) aku bisa

Tiga bulan sudah El dan Luna menjalin hubungan yang tak biasa. Bagi El, Luna adalah gadis yang beda dari kebanyakan gadis diluar sana. Sifatnya yang cenderung cuek, ga perhatian tapi mampu membuat El menyayangi gadis itu lebih dari apapun. Akhir-akhir ini El tau Luna sedang sibuk dengan skripsinya, El sangat ingin melihat Luna sukses dan bisa mendampingi gadis itu di hari wisudanya nanti. Itu juga yang membuat El tidak banyak menuntut. El menyayangi Luna meski dia tau ga semua orang bisa menerima hubungan mereka.

"Dia masih ga ngabarin lo?" El sedang bersama Reina, sahabat yang selalu mendengar keluh kesahny.
"Iya, mungkin dia sibuk sama skripsinya"
"Engga lah El, gue rasa dia cuma main-main sama lo. Ga mungkin dia mau sama lo" entah apa maksud ucapan Reina itu.
"Dia sayang kok sama gue"
"Dia cuma manfaatin lo"
"Dia ga manfaatin gue"
Lagi-lagi perdebatan itu terjadi, Reina memang selalu memberi dukungan kepada El dalam urusan apapun, tapi entah kenapa untuk hal yang satu ini Reina sama sekali tidak berniat mensupport sahabatnya itu. Ada perasaan tidak rela.
"El, lo buka mata dan hati lo. Lo udah dibutain sama cinta El"
"Gue cinta sama dia"
"Iya gue tau, tapi lo ga boleh sampai sejauh ini. Keluarga lo ga suka"
El terdiam mendengar ucapan Reina. Ya, ga semua orang bisa menerima.
"Gue ga peduli"
"Lo tau resikonya kan El?" Reina mulai melunak, dia sangat tau watak sahabatnya ini.
"Gue tau. Gue tau bahkan langit pun ga suka dengan hubungan gue ini. Walaupun nanti Tuhan bakal misahin gue sama dia, tapi gue janji sama diri gue sendiri. Gue bakal ada di kiri, kanan bahkan di depan buat ngelindungin dia. Gue sayang banget sama dia Rein" suara El bergetar diakhir kalimatnya. El menangis.
Reina hanya menatap sahabatnya itu iba, dia tau betul dilema apa yang sedang El hadapi. Reina perlahan mendekati El dan merengkuhnya. Berupaya menyalurkan kekuatan yang dia punya.
"El.. gue yakin ini pasti ada jalan keluarnya. Lo harus tetap jadi Eliana yang gue kenal. Lo harus tetap kuat El, malu sama dandanan lo yang udah cowok banget kalo lo nangis kayak gini. Cewek tomboy"

Cinta, semacam permen dari langit dengan rasa yang komplit dalam sekali gigit.
Tak ada yang bisa menolak ketika dianugerahi cinta, tak terkecuali mereka dengan hati yang sama.

Based on true story. Terima kasih buat kakak tomboy yang udah mau berbagi kisahnya sama Aku :D

Jumat, 22 Mei 2015

Sepenggal cerita

Aku mengenalmu melalui lisan

Berjabat tangan denganmu lewat aksara

Tak sedikitpun bagian tubuh kita bersentuhan apalagi hanya sekedar bertemu muka

Tapi kau dendangkan bagimu aku segala

Aku bahagianmu.. itu yang selalu kau nyanyikan saat kita bersua dalam untaian aksara

Aku percaya

Waktuku tak bertepi untukmu, pun denganmu

Kita bahagia, aku bahagia

Aku merasa sangat beruntung dipertemukan dengan mu walau hanya dalam balutan kata tak bersuara

Aku pikir aku lah segala

Aku pikir aku lah satu-satunya

Aku terlalu cepat menyimpulkan

Ternyata dibagian bumi lain

Kau lakukan hal yang sama kepada mereka

Kau juga bahagia bersama mereka yang bahkan bisa kau rangkul dalam tatapan mata

Tak seperti aku yang hanya dalam angan belaka

Baiklah..

Tak ada yang salah

Kau bebas, Tuan

Aku bukan pemilikmu

Sabtu, 16 Mei 2015

Kangen (Masa Lalu)

Hati membeku mengingatkan
Kata janji manismu
Ku dilambung angan-angan
Belaian kasih sayang suci darimu...

Sepenggal lirik yang masih menggema jelas di kamar seorang gadis. Lirik dari sebuah lagu yang akhir-akhir ini sering mengiringi semua kegiatan yang dilakukan gadis itu. Kalau kata anak muda sekarang gadis itu terkena serangan galau akut. Ya, hanya orang-orang dengan hati tak bertuan yang mudah terasuki atau lebih dikenal dengan istilah jones atau jomblo ngenes. Gadis itu bernama Minda, sepertinya saat itu dia juga bagian dari komunitas jones. Kasihan.

"Diihh.. manyun aja lo. Kenapa? Cerita sama gue"
"Gue ga apa-apa"
"Mata lo ga bisa bohong Nda, lagian di jidat lo udah ada tulisan 'lagi galau'nya"
Mendengar ucapan sahabatnya itu Minda dengan cepat bereaksi seolah sedang membersihkan jidatnya, seakan-akan memang ada tulisan disana. Reaksi konyol itu tentu menghadirkan tawa bagi siapa saja yang melihatnya. Amel merasa beruntung bisa menyaksikan tingkah konyol sahabatnya itu. Ya, saat itu Minda memang lagi bersama Amel.

"Ya ampuun.. segitunya yang lagi galau. Ya kali di jidat bisa tiba-tiba muncul tulisan. Hahaa" Amel tertawa dengan puas, membuat Minda sedikit jengkel.
"Ketawa aja teruss"
Terlihat sekali Minda sangat kesal melihat Amel yang bisa tertawa selepas itu, memang ia sedang galau tapi tidak seharusnya seorang sahabat menertawainya seperti itu, pikir Minda.

"Ya cerita dong.. ada apa?" Amel berhenti tertawa dan siap menjadi pendengar yang baik.
"Gue kangen"
"Sama?"
"Dino"
"Apaaa????" Amel kaget bukan main mendengar nama yang baru saja disebutkan Minda. Kalau disinetron mungkin udah zoom in-zoom out berkali-kali ke wajah Amel, disertai suara petir yang menggelegar. Tapi karena saat itu bukanlah adegan sinetron jadi yang terlihat hanya mulut menganga Amel yang siap dimasuki lalat jika lewat.
"Biasa kali Mel"
"Hehehee... sorry Nda, gue kaget aja denger nama tu orang. Tapi kenapa lo tiba-tiba bilang kangen dia?"
"Entahlah Mel.."
"Hmm.. seingat gue, lo putus sama dia tahun 2010 dan sekarang udah 2015. Hellooowww... lo gagal move on?" Amel menyipitkan matanya menatap Minda penuh selidik.
"Gue udah move on" jawab Minda tegas.
"Kalo lo masih bilang kangen itu artinya lo gagal, nona" Amel merasa yakin dengan analisanya.
"Gue juga ga tau kenapa tiba-tiba bisa keingat dia, bisa kangen kayak gini sama dia" ucap Minda sedikit frustasi.
"Tenang kawan... coba jelasin apa yang terjadi sampai lo bisa keingat dia lagi. Lo stalk twitternya??"
"Engga"
"Lo liat dia lagi happy sama pacarnya yang sekarang?"
"Engga"
"Lo ketemu dia secara ga sengaja. Nah, kali ini tebakan gue pasti bener"
"Engga"
"Lantas apaa cantiikk???" Kali ini Amel yang mulai frustasi karena gagal menebak.
"Gue tadi lewat kedai pisang goreng langganan kita dulu, entah kenapa gue jadi ingat Dino"
"Kedai pisang goreng yang di ujung gang itu??"
"Iya"
"Bukannya tiap hari lo lewat sana, kenapa sekarang jadi drama gini?"
"Gue.." Minda mulai ragu melanjutkan ceritanya.
"Gue apa??"
"Gue tadi ngeliat cowok yang lagi nyuapin pisang goreng ke pasangannya. Tiba-tiba gue ngebayangin kalau Dino yang ngelakuin hal itu ke gue"
Hening
"Bhuahahaaaaa" tawa Amel lepas seketika.
"Ada yang lucu?" Minda kesal dengan suara tawa Amel.
"Jadi ceritanya pisang goreng pembangkit luka. Hahaaa" Amel belum bisa menghentikan tawanya. Sahabat macam apa ini. Entahlah.

"Udahlah Nda, lupain Dino dan segala kenangannya itu. Ga usah diingat-ingat lagi"
"Ngomong sih gampang"
"Yup, segampang makan pisang goreng"
"Lo ga ngerasain Mel, kangen itu ga ada yang bisa ngatur. Soal hati, soal perasaan"
"Ada. Lo sendiri yang ngaturnya, lo yang ngatur rasa kangen itu atau kangen itu yang bakal ngatur lo. Tinggal gimana lo aja Nda.."
"Maksud lo apa?"
"Ternyata kegalauan bisa menurunkan inteligensi seseorang"
"Serius Mel..."
"Oke. Kangen sama seseorang yang pernah jadi bagian dalam hidup kita itu hal yang wajar, rasa yang masih sangat manusiawi. Tapi kalau rasa itu justru bikin aktivitas kita jadi 'mati', kayak yang lo lakuin. Ngelamun.. ngelamun dan ngelamun. Apa untungnya coba??? Emang mantan lo itu tau kalo lo lagi ngelamunin dia?"
Minda hanya diam mencoba meresapi setiap kalimat yang diucapkan Amel.

"Engga kan Nda?? Mantan lo ga bakal tau apa yang terjadi sama lo, gue aja ragu dia masih ingat sama lo"
"Gue bingung Mel.."
"Ga pake bingung. Sekarang lo yang nentuin bakal lo apain itu rasa kangen keinget mantan" jawab Amel santai.
"Gue ga tau"
"Hufftt.. susah sih ya ngomong sama orang galau. Gini, kalo lo mau rasa kangen lo itu tuntas, hubungin dia"
"Apaa??? Engga" Minda sama sekali tidak kepikiran untuk menghubungi mantannya itu.
"Ya udah, nikmatin aja kangen lo itu. Kali aja bisa ilang sendiri" jawab Amel cuek.
Minda ragu apa rasa itu akan hilang dengan sendirinya atau malah makin menjadi.
"Gue gengsi Mel.." ucap Minda jujur
"Hubungin dia bukan berarti lo minta balikan, sekedar tau kondisi dia kan juga cukup. Yang penting kangen lo terobati. Atau kalo lo ga mau, ya udah singkirkan itu perasaan dari diri lo, gimana caranya? lo atur deh.." terlihat sekali Amel ingin sahabatnya itu bisa mengambil sikap. Tampak sekali Minda sedang menimbang-nimbang apa yang harus dia lakukan.
"Gue ga akan ngehubungin dia Mel, tapi gue bakal tetap berusaha meredam rasa kangen ini" ujar Minda dengan kemantapan hati yang terpancar jelas dari sorot matanya.
"Yakin??? Kali aja dia jodoh lo yang tertunda" Amel masih menggoda Minda.
"Yakin" jawab Minda tegas.
Amel hanya tersenyum mendengar jawaban Minda. Umpannya termakan.

Hati memang organ paling krusial yang cara dan waktu kerjanya tak bisa ditebak. Tapi jika bisa menemukan solusi yang tepat, hati juga bisa diatur.

Tribute to Minda (@Minda_MW). Cerita yang direquest secara paksa karena lagi keingat mantan. Oke. buat mantan Minda yang entah siapa, ketahuilah bung.. ada mantan pacarmu yang sedang merindukanmu. Bernama Minda.
Salam damai dari penulis :D

Sajak Patah Hati

Ketika hati kian memutih
Rasa itu pun mulai bias
Genggaman yang mulai melemah
Kemudian melepas dan terlepas
Saat itu aku diam
Menanti dan menyaksikan
Melihat kita yang menjadi entah siapa
Mencipta jarak yang kian menganga
Aku mencoba menjamah jemari lagi
Telah jauh
Tak tergapai
Lagi-lagi aku diam
Di sudut bernama kenangan

Jumat, 15 Mei 2015

Seperti Kertas dan Tinta

Menghujam berkali2 tanpa pernah meng-aduh
Menumpahkan sejadi-jadinya tanpa pernah mengeluh
Menodai hingga lusuh
Bahkan diabaikan tanpa pernah merusuh
Melengkapi dalam kesempurnaan jejak kata
Menghiasi dalam keindahan warna
Nyata dalam hitam dan putihnya
Hanyutkan kenangan hingga ke muaranya 
Hanya ingin seperti kertas dan tinta Sederhana..

Ketika Hati

Aku mencintai dia yang menjadi milikmu..
Bumi marah
Langit menjerit
Awan memandangku hina
Aku mencintai dia yang menjadi milikmu..
Dedaunan menghujat
Angin murka
Bahkan udara enggan menyapa
Aku mencintai dia yang menjadi milikmu
Hujan menamparku
Aku mencintai dia yang menjadi milikmu!!!
Hatiku..
mencintai dia yang menjadi milikmu
Membisu...

Kamis, 14 Mei 2015

All About Fams..

Keluarga, seperti nano-nano yang rame rasanya. Semua ada disini, sebuah wadah bernama keluarga. Sumber dari segala sumber. Tempat lo melihat matahari tersenyum saat malam sekalipun, tempat lo merasakan sejuknya embun ditengah cuaca terik sekalipun. Ya, keluarga.

Hangatnya bakal lo rasain dimanapun berada, hanya dengan sebuah sapaan, bahkan sapaan tanpa suara sekalipun jika itu berasal dari keluarga, hangatnya bisa menjalar sampai ke jiwa. Semua orang tahu itu.
Awal dari segala langkah dan akhir dari segala tujuan. Komunitas sederhana tapi mampu menguntai berjuta makna. Tempat lo berkeluh kesah, tempat lo berbagi kisah tempat lo merangkai langkah.
Semuanya berawal disini. Keluarga.

Tempat lo bisa melihat malaikat tanpa sayap, tempat lo bisa merasakan nyamannya dilindungi ksatria tanpa kuda. Tempat lo bisa menikmati orkestra klasik alami tanpa alat musik.
Keluarga, seperti hujan yang akan memberi kesejukan disaat lo merasa gersang, seperti matahari yang memberi kehangatan disaat lo basah. Seperti penunjuk arah disaat lo berjalan terlalu jauh atau bahkan tersesat. Seperti edelweis yang selalu abadi meski terpisah dari akarnya.
Keluarga, tempat lo kembali pulang.

Keluarga, orang pertama yang akan menampar lo dengan keras ketika berjalan menyimpang arah. Orang pertama yang akan memeluk lo erat dengan ucapan selamat ketika lo berhasil menorehkan suatu pencapaian. Orang pertama yang akan membantu lo berdiri ketika tersandung bahkan jatuh sekalipun.

Keluarga tidak melulu tentang ayah, ibu, kakak dan adik dalam artian sempit tapi tentang komunitas yang bisa membuat lo nyaman disituasi tidak aman sekalipun.
Keluarga tidak harus terikat hubungan darah, bahkan mereka yang tidak pernah lo jumpai sekalipun adalah keluarga ketika lo merasa nyaman.
Keluarga, tempat lo kembali pulang.

Tribute to Echa, keluarga gue yang sama sekali belum pernah ketemu muka. Semoga suatu saat kita bisa jumpa ya Cha.. :* {}

Rumah Cemara

Bukan tentang film televisi yang diperanin Abah dengan becaknya, Emak dan jualan opak (hayyoo.. siapa yang masih ingat???), sama sekali bukan. Kali ini gue bercerita tentang sebuah rumah kontrakan dengan ukuran minimalis cenderung sederhana yang ditempati beberapa mahasiswa tingkat akhir di masa-masa sulit perkuliahan. Nyelesein Skripsi.

Berawal dari niat dua orang mahasiswa untuk hengkang dari kosan lamanya, katanya sih mau cari suasana baru kalau istilah abege sekarang move on, ga tau deh move on dari siapa dan apa. Oke, sebut saja dua orang itu Amee (@Ameee93) dan Elsa (@fitriaelsa73). Ya, gue dan Elsa sebelumnya satu kosan dan emang udah punya niat banget buat move on, Sari juga pengen ikut kita sih tapi ya gitu ada beberapa kendala, mungkin belum siap ninggalin mantan *eh. Oke, ini gue becanda yang cenderung serius.

Kita ga mau cari kos-kosan karena pasti bakal rame banget, sedangkan kita butuh suasana tenang buat bisa nuntasin misi terakhir sebagai mahasiswa. Yup, skripsi. Nah, tau gue sama Elsa berniat pindah, muncul seorang mahasiswa yang juga lagi luntang-lantung ga jelas di kosan lamanya, sebut saja Minda (@Minda_MW) yang masih satu kloni sama gue dan Elsa. Merasa senasib dan kalau gue cuma sama Elsa itu rasanya terlalu romantis, akhirnya kita bertiga memutuskan menyatukan kekuatan dan mulai mencari kontrakan. Yeeaahh.

Singkat cerita, siang itu Minda sma Elsa muter-muter nyari kontrakan yang cocok buat kita, gue terima bersih aja. Hahaa. Mereka udah nyamperin beberapa kontrakan tapi ya gitu masih belum ada yang cocok  sampe akhirnya mereka nyasar ke sebuah gang di pinggir jalan raya dan menemukan sebuah rumah kontrakan dengan cat hijau, halaman luas dan pagar hitamnya. Jl. HR. Soebrantas, gang Iman, Panam, Pekanbaru. Fix. Itu kontrakan kita yang baru.

Pertama kali sampai di rumah itu gue langsung ngerasa nyaman, lingkungannya juga asik banget. Gue, Elsa dan Minda menyebutnya Rumah Cemara dan siapapun yang pernah menghabiskan malam disana adalah keluarga cemara. Duhh kangen *lapingus. Rumah itu cuma memiliki satu kamar yang tidak terlalu luas, ruang tamu yang masih tidak terlalu luas, dapur serta kamar mandi yang juga minimalis. Sangat pas buat kita yang ga punya banyak waktu buat bersih-bersih atau mungkin ga suka bersih-bersih. Entahlah.

Rumah cemara memang minimalis tapi sangat elastis, karena di masa-masa tertentu bisa menampung sampai delapan orang. Oke, sepertinya gue juga harus memperkenalkan siapa aja penghuni rumah cemara. Cekidoot.

Penghuni tetap tentunya gue, Elsa dan Minda. Di rumah cemara kita punya nama baru, Minda sebagai pencetusnya. Gue menamakan diri Zulaikha, diterima. Minda dengan nama Ainun, diterima. Elsa berniat menamakan diri Zarra, ditolak. Ya, gue sama Minda ga setuju dengan nama Zarra karena terlalu bagus buat Elsa akhirnya kita menyematkan nama Zaitun. Ya Elsa adalah Zaitun atau Atun. Walaupun dia masih ngotot dengan nama Zarra-nya itu tapi buat kita namanya tetap Atun.

Di rumah cemara kita jarang masak, kalau lapar ya tinggal calling, yup delivery order di tempat makan langganan kita. PH. Walaupun tinggal di kontrakan sederhana tapi kita selalu delivery order di PH. Kita mah gitu orangnya. Sampai sekarang gue masih nyimpan nomor ph, karena gue yang sering kebagian buat order.
Rumah cemara ga cuma diisi oleh penghuni tetap, adalagi penghuni tamu yang tetap. Catet ya, tamu tetap. Mereka adalah Raty (@Raty_lestari) dan Sari. Mungkin ga ada istilah tamu d rumah cemara, karena biasanya tamu itu ada sungkannya tapi mereka tidak. Setiap yang datang ga ada sungkannya, menganggap rumah cemara adalah rumah mereka sendiri. Fun. Raty selalu datang dengan bayak makanan dan yang paling gue suka adalah tempe goreng buatan Mama Raty. Kangen banget. Pokoknya kalau Raty datang sama dengan kenyang. Hemat, ga perlu calling PH (mental anak kost-_ -).

Selanjutnya penghuni tamu yang cenderung tetap, Raisah (@raisah_al) dan Yani. Mereka sering nginap di rumah cemara walaupun belum seintens sari dan raty. Raisah temen gue ini bukan artis apalagi penyanyi, suara dia cenderung cempreng, ga enak. Tapi dia lawan gue, Rai ini fans Madrid sedangkan gue fans Barca tapi kita tetap akur di urusan lain. Sweet. Pernah kejadian satu malam kita semua tidur di rumah cemara, semua yang gue sebutin tadi. Ya, rumah cemara memang elastis.

Rumah cemara penuh tawa bahkan penuh gosip, maklum ya namanya juga mental ibu-ibu. Ga jarang juga ada perdebatan bahkan sampai aksi ngambek, mungkin gue yang paling sering ngambek. Faktor umur sih, gue yang paling kecil diantara mereka. Ibaratnya gadis polos di sarang tante-tante *ditonjok*.
Rumah cemara lingkungannya asik banget, deket sama mesjid, warung, jalan raya. Strategis.

Sekarang cerita tentang tetangga, karena kita hidup ga sendiri. Di depan, ada rumah Atuk dan Nenek. Pasangan suami istri yang romantis di masa tuanya. Beliau selalu pergi ke mesjid bareng, Atuk selalu ngantar Nenek setiap pagi. Kita cuma kenal lewat senyuman dan sapaan-sapaan ringan. Tapi gue pernah ngobrol sama Atuk pas pulang dari mesjid, saat itu ga ada nenek, mungkin udah pulang duluan. Posisinya Atuk udah jalan duluan dan gue baru keluar mesjid, Atuk nungguin gue buat jalan bareng. Uhh so sweet. Mungkin Atuk takut liat gue jalan sendiri. Ya, biasanya gue ke mesjid bareng Minda tapi entah kenapa petang itu gue sendiri. Tapi menyenangkan bisa jalan bareng Atuk *eh.

Selain itu ada cucu lelaki Atuk yang sering menghiasi pemandangan depan rumah. Ga tau nama aslinya, tapi anak cemara memanggilnya Amin. Lelaki itu, jodoh gue yang tertunda. Aamiin. Hahaa.
Di samping, ada kontrakan yang masih satu kloni dengan rumah cemara. Ada kakak jerawat, yang selalu jadi bahan gosip kita. Kakak gendut yang kita ga tau namanya. Ada Dina yang lumayan sering interaksi sama anak cemara. Mereka satu kontrakan tepat di sebelah rumah cemara, mahasiswa tingkat akhir yang hampir expired. Disebelahnya lagi ada kontrakan juga yang dihuni oleh Ririn and the gank, mahasiswa yang masih junior.

Selain itu ada tukang bakso dan sate langganan, yang sering mengisi kekosongan perut di sore hari. Kangen. Pokoknya kalau di rumah cemara selalu kenyang, yang penting ada uang. Hahaa.
Ya ampuun, gue lupa *nepokjidat* di rumah cemara juga ada kak Yin sebagai penghuni tetap. Catet,  penghuni tetap. Kak Yin emang sering ga di rumah, karena sering pulkam, Kak Yin bukan mahasiswa lagi. Tapi kak Yin penyelamat kita, rumah cemara dicap sebagai sarangnya jomblo tapi kalau kak yin di rumah stigma sarang jomblo itu terpatahkan. Kak Yin punya pacar, satu-satunya yang punya pacar diantar kita saat itu namanya Bang Anta. Bang Anta masih ngampus dan sering gue tebengin kalau mau bimbingan sripsi :D
Penghuni rumah cemara adalah keluarga. :)
Keluarga tidak melulu tentang ayah, ibu, kakak dan adik dalam artian sempit tapi tentang komunitas yang bisa membuat lo nyaman disituasi tidak aman sekalipun.
Keluarga tidak harus terikat hubungan darah, bahkan mereka yang tidak pernah lo jumpai sekalipun adalah keluarga ketika lo merasa nyaman. Keluarga tempat lo kembali pulang.
Masih banyak cerita di rumah cemara, tapi gue rasa cukup dulu.  Gue ngantuk. Gue nulis ini dalam situasi yang kangen berat sama suasana rumah dan keluarga cemara. Miss you, all :*
To be continue..

Senin, 11 Mei 2015

Hujan, Ia Ada

Kenapa aku menyukai hujan?
Entahlah..
Mereka bilang aku akan basah
Aku akan dingin
Tapi bagiku hujan itu hangat
Hujan bisa memelukku dengan erat
Bisa mengaburkan yang tak semestinya terlihat
Hujan...
Begitu damai
Begitu hangat dengan segala kedinginannya
Begitu setia dengan segala penerimaannya
Mereka mengutuk tapi hujan tak bergeming
Hujan tak meragu dengan tugasnya
Begitu setia dengan posisinya
Bukankah itu hebat?
Seandainya bisa
Aku bersedia dipinang oleh hujan :)
-saat hujan basahi aku-

Sore itu, awan hitam masih dengan setia menggelayuti langit kota seakan bersiap memuntahkan bebannya ke permukaan bumi. Namun urung terjadi, mungkin karena masih ada seorang gadis yang setia menatapnya. Berjam-jam gadis itu duduk memandang langit seolah ada kebahagiaan disana. Gadis berkerudung dengan sketchbook yang digenggamnya erat. Gadis itu masih enggan beranjak dari tempatnya, sebuah bangku taman yang berada tepat dipekarangan rumahnya. Masih setia menatap langit.
"Aira.. Ayo masuk nak, nanti kamu kehujanan"
Suara lembut khas seorang ibu menyentak gadis yang dipanggil Aira itu dari aksi bisunya menatap langit
"Iya Bu.."
Jawaban yang menghadirkan senyum di wajah perempuan yang dipanggil ibu. Aira bergegas meninggalkan tempatnya bukan karena bosan, hanya karena ia tidak mau membuat ibunya harus mengulang ucapan untuk menyuruhnya masuk. Menghindari hujan menurut sang ibu, walaupun bagi Aira tidak ada yang perlu dihindari dari hujan.

-Hujan, kristal bening dari langit. Walau tak semua orang mampu melihatnya-

"Ayolah Aira.. temani aku sebentar saja. Ibumu juga ga akan marah jika kita pulang sedikit telat"
"Engga Yo.. aku ga mau ibu cemas" membuat ibunya khawatir adalah neraka bagi Aira. Bukan takut dimarahi, hanya ia tidak mau membuat perempuan yang paling disayang dan dihormatinya itu dalam keadaan cemas.
"Aku akan bertanggung jawab"
"Emangnya kamu menghamiliku" jawaban ketus Aira sukses membuat pemuda disampingnya itu membatu. Begitulah Aira, gadis dengan segala kesederhanaannya termasuk dalam berkata.
"Bukan begitu, aku akan bertanggung jawab jika nanti ibu marah" Rio berusaha menjelaskan maksudnya. Rio dan Aira adalah sepasang sahabat yang melewati banyak waktu bersama, termasuk saat perdebatan ituu terjadi, keduanya dalam perjalanan pulang selepas menuntaskan segala rutinitas sebagai pelajar. Rio, masih berusaha meyakinkan Aira dan sadar usahanya akan berakhir mengenaskan.
"Ayolah Aira... please" nada suara serta tatapan Rio persis seperti anak kecil yang meminta dibelikan mainan oleh ibunya. Memelas. Ekspresi yang paling dinanti Aira. Sebenarnya sudah sejak tadi gadis itu berniat mengiyakan ajakan sahabatnya, tapi melihat tampang memelas Rio adalah kebahagian tersendiri bagi Aira, lucu menurutnya.
"Oke. Tapi inget ya cukup satu aja. Aku ga mau pulang terlalu lambat"
"Siap. Satu juga udah lebih dari cukup, yang penting dihalaman pertamanya ada wajah kamu"
Rio tak sanggup menahan perasaannya. Ada kebahagiaan luar biasa yang terpancar dari sorot mata pemuda itu karena berhasil memenangkan perdebatan dengan Aira. Ia berusaha mati-matian membujuk agar gadis itu mau menjadi objek lukisannya. Ya, Rio sangat senang melukis, apalagi ketika ia berhasil mengabadikan sketsa wajah Aira dalam selembar kertas. Cantik menurutnya.

-saat hujan basahi aku-

"Jangan manyun gitu dong Ra.. jelek ntar hasilnya" Rio sedikit frustasi, Aira terlihat sudah tidak betah berlama-lama ada disana. Di sebuah kursi taman yang tidak jauh dari areal sekolah mereka. Keduanya sengaja memilih tempat itu untuk menuntaskan misi mereka, misi Rio lebih tepatnya.
"Ya makanya buruan, panas tau" keluh Aira. Bagaimana tidak, matahari tepat di ubun-ubun mereka, wajah Aira sudah memerah karena sengatan matahari. Begitu juga Rio, terlihat sekali wajah pemuda itu memerah karena matahari juga atau mungkin ada sengatan dari energi lain. Entahlah.
"Kamunya senyum dong, aku ga mau ya ntar anak cucu kita ketakutan lihat sketchbook ini cuma karna halaman pertamanya dihiasi wajah manyun nan menyeramkan seperti wajahmu sekarang itu"
"Anak cucu?? Kita ini masih SMA Rioo, masa ngomonginnya anak cucu. Masih jauh, masih buram" Aira sedikit kesal mendengar kata anakcucu yang dilontarkan Rio, seperti akan menikah besok saja.
"Ga ada salahnya kan merangkai masa depan dari sekarang" jawab Rio dengan nada yang sangat pelan, mungkin pemuda itu hanya bermaksud berbisik kepada angin.
Hening. Hanya suara goresan pensil yang beradu dengan kertas menjadi backsound diantara mereka. Rio tampak khusyuk menyelesaikan lukisannya, tidak ingin membiarkan gadis di depannya ini terlalu lama kepanasan.
"kelaarr" suara Rio menyiratkan kelegaan sekaligus kepuasan luar biasa karena berhasil merangkum wajah Aira dalam sebuah sketsa.
"Coba sini liat"
Rio menyodorkan hasil lukisannya dengan sebuah senyum yang mengembang.
"Gimana Ra? Cantik ga hasilnya?"
"Cantik dong"
"Hahaa.." Rio hanya tertawa bangga menanggapi jawaban Aira.
"Lukisannya jelek sekalipun aku akan tetap bilang cantik"
"Karena pelukisnya aku, Ra?"
"Karena yang dilukis wajah aku"
Keduanya diam, kemudian melepas tawa yang menggema hingga ke langit.
"Udah kan Yo? Pulang yuk.. nanti Ibu nyariin" ajak Aira.
Rio mengiyakan ajakan Aira dengan mulai beranjak dari tempat mereka duduk. Keduanya berjalan masih beriringan.
"Ra, kenapa sih kamu suka banget sama hujan? Bukannya hujan bisa bikin kita sakit ya?" Pertanyaan Rio memecah keheningan diantara mereka.
"Karena hujan itu hangat"
"Kalo aku, hangat juga ga?" Entah apa maksud pertanyaan bersayap yang dilontarkan Rio.
"Kamu demam?" Aira terlihat khawatir.
"Engga. Jadi kenapa hujan itu hangat?"
"Iya. Rasain deh saat tubuh kamu ditimpa hujan, berasa ada yang meluk Yo. Hangat"
"Engga tuh, justru malah bikin menggigil" bantah Rio
"Cuma yang terpilih yang bisa merasakan kehangatannya" jawab Aira mantap dan disertai senyum lebarnya.
"Jadi kamu terpilih?"
"Maybe. Saat aku bersama hujan, aku bebas. Aku bisa menangis tanpa ada yang tahu, aku juga bisa berteriak tanpa ada yang terganggu. Ntar deh kita rasain bareng-bareng" ajak Aira dengan sangat antusias. Ya, Aira memang gadis penikmat hujan.
"Pasti senang bisa hujan-hujanan bareng kamu Ra. Kalau begitu, seandainya suatu saat aku jauh dari kamu, kamu bisa anggap hujan sebagai pengganti aku. Rasakan, karena saat itu aku sedang memeluk kamu"
Kening Aira tampak berkerut mencerna ucapan Rio, tapi gadis itu tidak berniat terlalu memikirkannya. Rio hanya iseng berkata seperti itu.

-saat hujan basahi aku-

Aira tetap berjalan walaupun langit sudah menghitam, bukannya takut tapi gadis itu justru menanti. Seolah menantang langit. Kali ini Aira sangat berharap hujan akan turun karena ia sangat merindukannya. Aira hendak menemui Rio, ia sangat merindukan pemuda itu. Sepertinya langit menerima tantangan Aira, angin mulai berhembus liar pertanda akan hujan. Bukannya mempercepat langkah justru Aira semakin menikmati. Gadis itu sudah tidak sabar untuk bisa bersama hujan.
Aira sampai di tempat Rio dan saat itu juga buliran bening dari langit mulai susul-menyusul menghujam bumi.
"Hai Yo, apa kabar?"
Aira memejamkan mata dan mulai menikmati setiap rintik hujan yang jatuh menimpa tubuhnya. Ia merasakan, gadis itu merasakan Rio sedang memeluknya. Ya, Rio memeluknya. Pemuda itu memeluknya tepat di depan sebuah gundukan tanah dengan nisan yang  bertuliskan Rio Aditya.

Minggu, 10 Mei 2015

a Dialogue (one short story)


“Bagaimana UKMP mu kemaren?”

“Ah, ukmp.. Apakah itu varian coklat terbaru dengan fermentasi menahun?”
“Bukan.. bukan. Itu sejenis kertas-kertas dengan berbagai coretan yang apabila dipandang maka bergetarlah badan bahkan usus akan membelit usus yang lainnya”  
“Ah! Kupu-kupu menari riang diperutku, hanya membayangkannya saja. Seindah itukah rasanya?”  
“Entahlah.. Aku pun tidak tahu bagaimana rasanya”
“Oh.. betapa beruntungnya aku jika diberi kesempatan untuk merasakan. Mungkin seperti memeluk pelangi”
“Jika kau merasakannya betapa bahagia aku”  
“Mungkin aku akan menjadi yang paling beruntung”
“Mungkin! Ahh.. apalah dayaku yang tak bisa merasakan”
“Aku akan membaginya denganmu. Itu pasti.. aku akan membaginya”
“Betapa bahagianya aku memiliki teman sepertimu..”
“Tuhan punya cara sendiri  merangkai bahagia untuk kita. Ah, aku sungguh tidak sabar” 
“ Tidak sabar? Apa yang kau tunggu?”
“Menunggu waktu untuk bisa menikmati segala yang bisa kunikmati. Bersamamu tentunya..”
“Hahaha..  betapa lucunya bahasa kita ini. Aah, aku sampai terpingkal-pingkal mengingatnya”
“Kau terlalu berlebihan, Cuma kosakata alakadarnya yang coba kurangkai untukmu. Tapi bahagiamu itu tujuanku”
“Andaikan rangkaian kata yang sedemikian rupa diciptakan khusus untukku, betapa indahnya”
“Apakah kau menginginkan itu?”
“Ya”
“Tentu akan ku lakukan, menentang langit sekalipun. Hanya untukmu.. percayalah”
“Percaya?? Cukup!!! Jangan kau ulangi kata-kata itu”
“Apakah itu membuat isi perutmu terdesak keluar? Jika memang, tentu  tidak akan  aku ulangi”
“Jangan ditanya lagi, kau pasti tau jawabannya”
“Huh! Tanpa berkata sekalipun aku mendengar suaramu”
“Betapa nyaringnya telingamu, kapankah kita bersua?”
“Angin membantuku menjelma suaramu. Hahaa. Entahlah, bahkan aku meragu untuk memikirkannya. Langit itu seakan mengurungku di sudut ini”
“Aku harus berterimakasih kepada angin. Apalah dayaku, aku cuma bisa berharap. Berharap kita dipertemukan kembali”
“Percayakah kau? Di sudut ini aku pun menggenggam harapan yang sama denganmu”
“Sesulit inikah yang dinamakan pertemuan?
“Entahlah. Bersabarlah jika kau menginginkan pertemuan yang tanpa akhir nantinya. Kau hanya perlu menggenggam harapan yang sama denganku. Menggenggamnya lebih erat dan merapalkannya lebih kuat”
“Bersabar? Terkadang aku takut mendengar kata itu. Kata yang terkadang tidak berujung”
“Kau salah, selalu ada bahagia diujung sabar. Aku percaya itu. Seperti pelangi yang selalu ada diujung rerintik hujan meski terkadang tak terlihat”
“Mungkin aku juga harus mempercayainya. Tidak adakah sedikit waktumu untuk saling melepas tawa denganku?”
“Oh, percayalah itu satu-satunya yang ku inginkan saat ini. Duduk berdua denganmu saling membalas tawa. Sungguh itu yang ku inginkan”
“Baiklah, yang pasti aku menunggumu”
“Tidakkah kau merasa kita seperti pasangan kekasih yang saling merindu?”
“Ya, sungguh romantis”
“Aku akan berusaha menjadikan kisah romantis ini menjadi nyata untuk kita berdua. Hahaa”
“Apa?? Sungguh aku tidak mau. Demi apapun aku tidak menginginkannya”
“Kau? Kau tidak mau menjadikannya nyata denganku?”
“Aku tentu menginginkannya tapi bukan denganmu”
“Kau meragukanku? Aku tidak menyangka secepat itu kau berubah, itu sama saja kau meruntuhkan bumi dibawah kakiku. Aku hancur, kau tau?”
“Maafkan aku. Maafkan.. aku sungguh tidak ingin melukai hatimu”
“Lalu apa??!”
“Hatiku memberontak dengan kejamnya. Maafkan aku”
“Baru saja kau membuatku melambungkan harapan-harapan indah tentang kita berdua dan dalam sekejap kau hancurkan itu. Kau..”
“ Maafkan aku”
-Hening-    
“Aku akan melepaskan harapan itu, biarlah dia melebur bersama angin. Sekali lagi, bahagiamu itu tujuanku”
“Maafkan aku”
“Bahkan aku ragu angin akan membawa harapanku atau hanya akan semakin meyesakkanku”
“Maafkan aku”
“Aku akan melepaskan harapan ini di laut. Aku yakin ombak akan melenyapkannya hingga ke dasar”
“Maafkan aku” 
“Berhentilah merapalkan kata itu, aku sudah terlalu muak mendengarnya”
“Maafkan aku”
“Cukup!!”

“Maafkan aku..  aku hanya ingin mewujudkannya dengan lawan jenisku”
-Tutt..tut.. sambungan telepon itupun terputus-
-end-

Sebuah percakapan iseng yang dilatarbelakangi
kekalahan MU (Manchester United)
              dari pecinta berbeda,
dengan modifikasi di beberapa  sudut
     @Ameee93 ft @Minda_MW :)      

                                                                                                                                                       

                                                                                                                                                        

Tentang Semua

Masih tentang mimpi dan segala rintangannya.
Tentang menggapai awan dan segala perjuangannya
Tentang menikmati angin dengan segala terpaannya
Masih tentang malam dengan segala kedinginannya
Tentang pelangi dengan segala warnanya
Hanya kertas yg punya satu warna
Hanya air yang punya satu rupa
Jika kau ingin melihat pelangi, nikmati dulu hantaman hujannya
Jika kau ingin berdiri sejajar dengan awan, taklukkan dulu jalan terjal berbatu di lereng gunung itu
Masih tentang mimpi dan segala rintangannya
Jika kau ingin merasakan sejuknya air terjun
Basahi dulu kaki telanjangmu, rasakan lambaian lumut di bebatuan licin itu
Masih tentang mimpi dan segala rintangannya
Tentang semua pilihan dan resikonya
Tentang segala yg terkorbankan
Tentang kenikmatan setelah berhasil menggenggamnya

80515/10.05
 
Tribute to Adik-Adik yang sedang berjuang meraih suksesnya. Test masuk SMA yang diinginkan sudah dilakukan, tinggal menunggu hasil dan semoga sesuai harapan ;) semangaatt!!!

Menulis...




Tulisan, mesin waktu paling canggih. Lo bisa mengabadikan waktu melalui tulisan. Semua kisah yang bakal terlupakan jika hanya dirapalkan bisa dibekukan dengan tulisan.
Saat lo menulis, saat itu juga lo mengabadikan diri sehingga lo ga perlu khawatir jika suatu saat ada puzzle-puzle langkah yang terlupakan.
Bersama tulisan lo bisa berkisah kepada generasi kedelapan sekalipun. Sependek apapun tulisan yang lo ciptain akan abadi dibanding cerita yang udah dirapalkan dengan panjang lebar tapi hanya melalui lisan. Mendengar, akan mudah lupa. Membaca, akan selamanya ingat karna saat lo lupa sekalipun lo bisa kembali membuka tulisan yang sama dan membacanya.
Jangan terlalu mencemaskan hasil akhir, tapi cukup rasakan, bayangkan dan tuliskan.
Mari menulis, guyss!!! :-)

Menggunung...




 Gunung Singgalang

Gue pengen banget berdiri sejajar sama awan, gue pengen banget liat bumi dari atas, dari puncak tertinggi. Gue pengen menggunung. Tapi ya itu keinginan yang hanya berakhir sampai kata 'pengen' karena entah kapan akan terwujudnya atau mungkin ga akan pernah sama sekali. Ibu melarang keras, keras banget. Di jaman kuliah sempat ada temen yang akan naik gunung sama organisasinya, waktu itu gue pengen ikut. Hal pertama yang gue lakuin adalah minta izin sama Ibu dengan harapan yang benar-benar berasa udah sampai di puncak gunung tapi  jawaban Ibu bikin gue seketika terjun bebas, sakit. Gue ditolak, guys. Ya.. ga sesakit ditolak gebetan sih, tapi tetep aja nyesek. Alasan Ibu karena gue cewek dan mendaki itu masih tabu buat cewek, itu menurut Ibu. Maklum sih, namanya juga seorang ibu pastinya ga ingin terjadi sesuatu sama anaknya. Ah, I love you, mom..
Perlahan gue mulai ngelupain salah satu mimpi gue itu, menggunung. Ternyata ga semudah itu buat ngelupain yang namanya sebuah impian. Puncaknya di akhir bulan maret, teman kerja gue  (re: Kak Melsy) mengumumkan bahwa dia dan teman-temannya berencana menaklukan gunung marapi di tanggal 4 April 2015. Semangat gue membara untuk bisa ikut. Panas. Saat itu juga gue dengan antusias tinggi bicara sama Ibu, gue yakin kali ini dikasih izin karena di rombongan itu ada teman kerja yang notabene adalah cewek. Dengan segala cara gue ngerayu Ibu, ibarat abege sekarang sering-sering ngemodusin. Tapi ya harapan ga selamanya sejalan dengan kenyataan, lagi-lagi Ibu menolak memberi izin. Seketika gue kebayang gimana rasanya jadi mereka yang ngemodusinnya sering tapi jadiannya ga pernah. NYESEKK. Sekali lagi angan gue berdiri sejajar sama awan itu sirna. Seandainya awan bisa lebih rendah *eh.
Ibu masih setia dengan alasannya, gue cewek. Oke, tapi kak Melsy juga cewek *nangis*. Sampai gue berpikir pengen dilahirkan sebagai cowok, tapi seandainya gue terlahir sebagai cowok pun belum tentu dapat izin kalau Ibunya masih Ibu gue yang sekarang, beliau parnoan. Sekali lagi, Ibu selalu pengen yang terbaik buat anaknya. I love you, mom. Gue benar-benar envy deh sama kak Melsy yang udah berkali-kali menaklukkan gunung. Cewek tangguh.
Sebesar apapun impian gue, gue ga akan pernah ngelakuin sesuatu tanpa seizin Ibu. Itu sih intinya. Gue percaya seorang Ibu punya mantra ajaib yang benar-benar ampuh. Mantra itu bisa jadi sesuatu hal yang menyenangkan atau malah bisa jadi boomerang ketika beliau mengucapkannya dengan tidak ikhlas. Dan Ibu selalu pengen yang terbaik untuk anaknya.
Restu orang tua itu penting. Disini gue cuma ngebahas Ibu, karena biasanya Ayah lebih gampang ditaklukin izinnya. Heheee.
Gue yakin bayak banget orang dengan impian yang hanya dalam angan, tapi disaat itu juga gue yakin ketika mimpi tidak bisa direalisasikan ada mimpi baru yang menanti untuk diwujudkan walaupun lo ga menganggapnya sebagai impian. Kita diberikan jalan yang dibutuhkan bukan jalan yang diinginkan. Mungkin saja, di jalan yang diinginkan itu ada lubang besar yang akan melahap ketika kita melewatinya dan membuat kita tertelan, tak terlihat. Sedangkan di jalan yang dibutuhkan, ada pelangi di ujungnya. (Oke, ini quote-nya ga nyambung -_-)
Semangat buat para pejuang impian!!!
Ga pernah naik gunung, tapi ada ini. Edelweis dari beberapa orang berbeda, salah satunya dari kak Melsy. Terima kasih.. :)