Kamis, 08 Juli 2021

Aurora

Mengenalmu adalah takdir yang telah diberikan.
Menjadi temanmu adalah pilihan yang disengajakan.
Menjadi spesial untukmu adalah anugerah yang tak terbantahkan.

~A

Sabtu, 10 April 2021

Teruntuk Kamu, Lelakiku saat ini.

Aku tidak menyangka semesta seserius ini dalam bercanda. Aku diizinkan bertemu dengan sosok lelaki yang jiwanya pernah aku bayangkan pada suatu malam di penghujung 2018.

Teruntuk kamu, yang menjadi lelakiku saat ini..
Terima kasih sudah berproses sejauh ini. 
Terima kasih sudah tergerak untuk menyapaku di malam itu.
Dan terima kasih sudah bersedia menjadi temanku... teman hidup, insyaallah.
Menemukan seseorang yang sefrekuensi denganku adalah level lain dari sebuah kebahagiaan. Bersamamu, aku merasakan itu.
Semoga kamu juga merasakan hal yang sama, ya.
Jika kamu bisa melihat, saat ini terlalu banyak partikel terima kasih yang menguar dari tubuhku. 

Teruntuk kamu, yang menjadi lelakiku saat ini...
Hei, Kamu... Gimana rasanya bertemu aku? 
Apapun itu yang kamu rasakan, cukup sampaikan pada semesta saja, ya. 
Tidak masalah untuk proses awal kita yang terlalu cepat, anggap saja kita sedang menghemat energi untuk proses panjang yang akan kita jalani di masa depan. 
Siapkah kamu untuk kita saling terlibat dalam segala hal di sisa hidup kita? Aku siap, dan semoga kamu juga.
Banyak kebahagiaan yang sedang menanti kita.
Eh, tunggu..
Bagiku, 11 Desember 2018 adalah pertama kali aku merasakan jiwamu.

Dan teruntuk Semesta, yang sudah merancang skenario terbaik untukku bertemu denganmu..
Terima kasih atas segala rasa.

***
Labirin rasa, 10.04.21




Kamis, 13 Agustus 2020

You..

"Hey, tumben amat lo betah di sini?"

"Capek aja."

"Kerjaan?"

"Bukan."

"Sabtu nonton, yuk?"

"Boleh."

"Hah? Langsung bolehin banget, nih?"

"Ya menurut, lo?"

"Ga biasanya gitu seorang Aisyah langsung mau diajak nonton. Biasanya, kan, lo bakal debat dulu minta ke toko buku."

"Lagi latihan jadi yang penurut."

"Lo bebas cerita sama gue, Yi."

"Gue ngerasa sebentar lagi hidup gue bakal berhenti."

"Masalah permintaan nenek lo untuk menikah itu?"

"Lo ga suka sama orangnya?"

"B aja."

"Jalani dulu, mungkin seiring berjalannya waktu, lo bisa suka sama dia."

"Gue ga siap untuk menikah. Apalagi gue ga kenal orang itu."

"Lo bisa saling mengenal dulu."

"Gue takut, Re! Gue takut!!"

"Takut apa?"

"Buat gue, menikah bukan cuma untuk berganti status. Bukan cuma karena usia gue yang udah 25 tahun. Menikah lebih dari itu! Tanggung jawabnya besar, Re. Ada masa depan anak yang lahir di tengah pernikahan gue nantinya. Bakal jadi apa anak itu nanti, sepenuhnya jadi tanggung jawab gue dan suami. Gue ga mau nikah sama orang yang ga benar-benar gue kenal."

"Udah coba lo jelasin ke keluarga?"

"Udah. Tapi mereka masih berpikiran primitif, terutama nenek. Mereka takut gue jadi perawan tua."

"Menikahlah ketika lo siap. Siap dengan diri lo sendiri, dan dengan pasangan lo pastinya."

"Gue takut nenek tetap memaksa."

"Lo udah nyoba membuka diri ke laki laki itu?"

"Sudah."

"Apa yang lo rasain?"

"Takut."

"Marry me?"

"Dia ga suka buku, Re.."

"Ayi, marry me?"

"Dia bahkan bilang kalau kebiasaan gue baca buku itu hanya buang-buang waktu."

"Aisyah, marry me?"

"Gue takut hidup gue bakal berhenti ketika gue menikah sama dia, Re."

"Putri Aisyah, menikahlah denganku. Kita udah saling mengenal hampir seumur hidup kita, ga ada salahnya kan untuk kita teruskan?"

"Re.."

"Kamu boleh isi rumah kita nantinya dengan buku sebanyak yang kamu mau."

"Rendi.."

"Kamu boleh diskusi denganku tentang bagaimana mengasuh dan mendidik anak kita nanti, kapanpun kamu mau."

"Rendi Pratama!"

"Selama ini kita sudah saling berbagi, apapun itu."

"Lamar aku ke orang tuaku."

"Secepatnya".

~End~

Kamis, 03 Oktober 2019

Untuk Abang

Kita gak pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan, bahkan satu detik setelah ini. Gak pernah ada yang tau.
~~~

Melampaui gunung. Semegah itulah cintanya. Juga penyesalannya. -Langit Merbabu, 2017-

WOWKonyol. Tawa. Tawa. Tawa. Kesal. Tawa. Takut. Tawa. Tawa. Diam. Haru. Tawa. Tamparan. Tawa. Tawa. WOWKonyol.

Iya, itu yang gue rasain selama jadi penikmat karya lo, Bang. Iya, gue ga punya kenangan apa-apa sama lo, kecuali interaksi lewat dunia maya. Gue berterima kasih untuk banyak hal yang udah lo bagi. Kebahagian lewat lawakan absurd lo di twitter, lewat kekonyolan lo di @WOWKonyol. Lo tau, ga, Bang? Cuitan lo di masa lalu salah satu stress release gue karena penat sama aktifitas perkuliahan. Tebak-tebakan lo, sayembara yang lo buat, gue belum pernah menang, jadi tolong adain lagi. Gue kangen. Please.

#wejanganmagrib yang gue rindukan. Apa-apa yang menjadi wejangan lo di waktu magrib, gak pernah basa-basi, selalu nampar gue bahkan berkali-kali. Lo mungkin gak pernah tau bahwa banyak hal, Bang, banyaaaakkkk yang gue dapat dari lo. Gaya nulis lo yang realistis dan straight forward, nyadarin gue bahwa dunia emang gak sebasa-basi itu. Dan gue masih ingin dapat lebih banyak lagi pelajaran dari lo. Gue masih ingin, Bang. Masih.

Pernah nyadar, gak, Bang? Ajakan lo untuk baca buku bisa ngubah hidup banyak orang. Gue contohnya. Gue bisa nahan diri untuk beli baju, tas atau sepatu. Tapi gue selalu kalah kalau dihadapkan sama nafsu untuk jajan buku. Karena gue ingat, di Langit Merbabu lo pernah bilang bahwa kebiasaan menghabiskan uang jajan untuk membeli banyak kisah tidak akan pernah terbuang. Saat membaca buku, berarti kita membaca dunia. Dan gue setuju itu. Terima kasih untuk semua kisah inspiratif yang sudah lo bagi. Kapan kita pesta aksara lagi, Bang? :')

SobatRons. Terima kasih sudah bikin gue kenal banyak orang. Berkat lo, gue bisa berbagi perspektif dengan orang-orang yang bahkan gak pernah gue temui sebelumnya. Semoga ini bisa jadi ladang pahala buat lo. Terima kasih sudah jadi bang Onyol yang gak pernah basa-basi untuk terlihat baik. Lo selalu jadi apa adanya elo. Tulisan lo selalu on point. Itu yang gue suka.

Gue masih sangat berharap bisa baca cuitan lo yang berisi pernyataan bahwa apa yang bikin gue dan teman-teman shock saat ini adalah bagian dari keliaran imajinasi lo. Gue sangat amat menunggu lo bilang bahwa semua ini cuma prank. Bang Onyol.. Make it happen, please.

Tapi gue juga ngerti bahwa takdir yang sudah tergaris gak akan pernah bisa lagi untuk diotak-atik. Raga lo boleh pergi, Bang. Tapi jiwa dan karya lo akan abadi.
Bakal kangen wejangan lo. Dan bakal amat kangen sama pesta aksara lo.

Selamat jalan, Abang. Terima kasih untuk karya-karya baik lo. Semoga Abang dapat tempat terindah di sisiNya. You will be missed, Bang Onyol.

03 Oktober 2019.
In Memoriam, Rons Imawan. Tuhan mencintai lo dengan sebaik-baik caraNya. Bahagia di tempat baru, ya, Abang.

Senin, 10 Desember 2018

Teruntuk Kamu, Lelakiku di Masa Depan.

Selamat malam, kamu. Iya, kamu yang dipilihkan Tuhan untuk menjadi teman hidupku di masa depan. Semoga kamu selalu sehat dan bahagia di manapun kamu saat ini.

Ah.. Kenapa aku berdebar? Hey, Hati.. ini hanya tulisan, jangan berlebihan!

Maaf, ya. Aku perlu berdamai dengan hatiku, membayangkanmu membuatnya menggila. Hahaa

Ehm.. Kamu, sedang apa? Apakah warna langit kita saat ini sama? Semoga saja, ya..

Dengan siapapun kamu sekarang, sendiri atau sedang bersama jodoh orang, tetaplah berproses untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Aku juga melakukan hal yang sama. Sabar sebentar lagi, ya. Tuhan sedang memilihkan waktu dan tempat yang tepat untuk kita bertemu. Percayakan pada semesta, skenarionya selalu indah dan tak terduga.

Aku percaya saat ini kita sedang melangkah menuju satu titik yang sama, di tempat itu nantinya mata kita akan saling menatap sempurna. Mungkin saja saat itu langit sedang berubah jingga, atau malah fajar masih sayup-sayup menyapa. Yang jelas, kebahagiaan milik kita.

Pernah tidak, kamu membayangkan semesta tersenyum pada kita? Aku sering.

Saat ini misalnya, aku sedang membayangkan bahwa kamu adalah lelaki baik hati dan aku yakin semesta pun tersenyum mengamini.
Atau kamu juga sedang tersenyum saat ini?
Oh, ayolah.. jangan buat pipiku jadi merona!

Untuk Kamu, Lelakiku di masa depan..

Tetaplah kuat, walau harus jatuh berkali-kali tetaplah bangkit dan jangan pernah berpikir untuk berhenti, karna tidak ada jalan yang mulus untuk sebuah kebahagian. Aku akan menemuimu di titik itu. Aku yang akan menghapus keringatmu, aku yang akan tersenyum padamu saat ujung alas kaki kita kehabisan ruang untuk bergerak.

Untuk Kamu, Lelakiku di masa depan..

Aku sedang menjaga hatiku agar ia tetap sempurna saat kuserahkan padamu, semoga kamu melakukan hal yang sama.
Aku tidak akan mempermasalahkan statusmu saat ini, sendiri atau sedang jatuh cinta pada perempuan yang bukan aku, karena aku yakin bahwa itu hanya perasaan sesaatmu yang belum bertemu aku. Tunggu saja, saat aku akan mengambil hakku untuk memiliki hatimu seutuhnya.

Kamu tahu, tidak? Tadi aku sedang membaca buku saat pikiranku secara tiba-tiba teralihkan padamu. Aku rela sesaat menutup bukuku demi bisa menuliskan surat ini untukmu. Tenang saja, bukuku tidak pencemburu. Apalagi ini tentang kamu.
Semoga saja kamu juga suka buku, ya.

Saat ini pacarku adalah buku, tidak tahu kalau nanti kita bertemu. Aku yakin saat kita sampai pada titik itu, pacarku tidak lagi buku, tetapi itu kamu. Dan kamu pun begitu. Tuhan pun setuju, semesta pun membantu.

Selamat terlelap, Kamu.

***

Ruangsendiri, 23.16/111218.

Rabu, 01 Agustus 2018

Langkah Selamat Tinggal

"Rapi bener.. Mau kemana lo?"

"Ketemu Dannis."

"WHATT???"

Rena meringis mendengar teriakan sahabatnya itu. Tidak diragukan lagi, gadis di depannya ini memang ahli dalam berekspresi apalagi soal suara. Rena sudah paham.

"Lagian lo ngapain sih? Ga tau caranya ketuk pintu?" ucap Rena tidak sepenuhnya kesal, karena bukan hal baru lagi masuk ke kamar masing-masing tanpa izin.

"Tadi gue ketemu Dewa di bawah, katanya lo di kamar. Gue kan khawatir sama lo, Nyet." jawab Dita jujur. Dia langsung mengambil posisi duduk di kasur Rena.

Rena tidak membalas ucapan Dita, ia hanya tersenyum menatap cermin yang di depannya. Melihat penampilannya sekali lagi dan meyakinkan bahwa everythings gonna be okay.

"Ren, seriusan lo mau ketemu Dannis? Ngapain lagi sih? Lo masih ga terima diputusin sama dia?".

Dita lebih dari sekedar cerewet.

"Ya menurut lo aja." jawab Rena sekenanya.

"Emang brengsek tu cowok, mutusin cuma lewat LINE tanpa alasan yang jelas. Banci!"

Rena kembali mengingat kejadian semalam, awalnya melihat notifikasi LINE dari Dannis membuat dia tersenyum bahagia karena sudah beberapa hari cowok berstatus pacarnya pada saat itu tidak memberi kabar. Menghilang. Sebelum akhirnya senyum Rena lenyap bersama sederet kalimat yang awalnya sulit ia cerna.

Dannis Kurniawan: Ren, hubungan kita udah ga sehat. Aku ga mau nyakitin kamu lebih lagi.

Rena Khalisa: Maksudnya gimana, Dan?

Dannis Kurniawan: Ya, aku sering ga ada waktu buat kamu.

Rena Khalisa: Jadi??

Dannis Kurniawan: Kita udahan. Maaf.

Rena Khalisa: Oke.

Disini dia sekarang, bersiap menemui cowok yang sudah resmi menjadi mantannya.

"Dia punya alasan Dit, katanya sih dia sibuk. Gila ya, pas pacaran aja minta ketemuan sulit. Sekarang gue minta ketemuan langsung diiyain sama dia."

"Iya, sibuk sama gebetannya yang lain. Mantan lo emang keren."

Tawa keduanya menggema di kamar bernuansa biru langit itu. Tidak ada lagi air mata. Rena sepakat perpisahan bukan untuk ditangisi lebih lama.

***

"Sorry Ren, lo udah lama nunggu?"

Suara yang ia rindukan. Oh tunggu, 'Lo' bukan 'kamu'. Beneran udah putus ternyata. Batin Rena tertawa.

Gadis itu sedikit tersenyum sambil mengalihkan fokus dari novel Rindu yang sedang ia baca ke cowok yang sekarang mengambil posisi duduk di depannya.

"Baru kok, baru juga habis 13 halaman." Rena menutup novel itu dan meletakkannya di atas meja.

"Sorry. Gue pesan dulu ya Ren."

Rena tidak menjawab, ia sama sekali tidak melepaskan pandangan dari Dannis. Memperhatikan wajah Dannis, melihat setiap ekspresi cowok itu saat berbicara dengan pelayan cafe. Masih tampan.

"Gimana kabar lo, Ren?" Dannis membuka percakapan setelah ia selesai dengan pesanannya.

"Baik."

Keduanya diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Seolah ada yang menahan Rena untuk memulai pembicaraan. Gadis itu menarik nafas berusaha menenangkan dirinya.

"Ren, Lo kecewa sama gue?" tanya Dannis.

Rena sontak menatap tepat di manik mata Dannis. Sedikit tidak percaya dengan pertanyaan yang baru saja ia dengar.

"Ya menurut lo aja."

Gadis itu mengaduk pelan minuman yang setengah isi gelasnya sudah ia minum saat menunggu tadi. Pandangannya beralih ke jendela cafe. Mencari sedikit ketenangan lewat hijau pepohonan yang ia lihat melalui jendela itu.

"Maaf Ren."

"Kenapa lo mutusin gue?" tanya Rena to the point, ia ga mau berlama-lama lagi.

Dannis diam, terlihat sekali cowok itu sedang memikirkan kata-kata yang pas untuk diucapkan.

"Lo terlalu baik buat gue."

Klise. Rena kembali tersenyum, ia mengambil gelas yang ada di hadapannya. Meminum jus jeruk yang tadi ia pesan. Dingin.

"Gue yang terlalu baik, atau elonya yang kelewat brengsek?"

Dannis tersedak minumannya sendiri. Kaget mendengar pertanyaan mantan gadisnya ini.

"Santai kali Dan, canda gue juga.. Ah elah." ujar Rena sedikit tertawa, tentu saja gadis berlesung pipi itu ga sepenuhnya becanda, ia hanya menyampaikan apa yang ada di pikirannya.

"Gue ngerasa ga punya waktu buat elo, Ren, dan gue ga mau lo sakit karena itu."

Rena tersenyum lagi, kali ini ia memainkan novel yang ada di meja, membalik halaman secara asal.

"Sibuk sama dia yang lain ya?"

Dannis terkesiap, hampir saja gelas di genggaman jatuh ke lantai.

"Apaan sih Ren?" Dannis mengalihkan pandangannya ke sekitar cafe, canggung.

"Gue sayang lo, Dan, sampai sekarang."

Dannis memijit pangkal hidungnya dengan telunjuk dan ibu jari, terlihat gugup.

"Gue pikir hubungan gue sama lo bisa bertahan lebih lama. Sedih sih, tapi gue bersyukur lo udah jujur sama gue."

"Jujur?"

"Iya, soal elo yang brengsek. Lo sendiri kan yang ngakuin tadi. Jadi pikiran gue ga liar lagi."

"Sorry Ren." cowok itu menunduk, mengigit bibir bawahnya, wajahnya menyiratkan sedikit penyesalan.

"Santai kali Dan.. Gue emang sedih sih tiba-tiba diputusin gitu aja, apalagi ga ada masalah antara kita sebelumnya. Tapi gue anggap ini sebagai penyelamat gue. Jodoh gue pasti lebih baik dari lo. Iya kan?"

Senyum Rena mengembang, bukan ingin mengejek Dannis atas keputusan sepihaknya, tapi menunjukkan bahwa ia bisa berdamai dengan keadaan sulit seperti ini.

"Sorry Ren."

"Lo apaan deh, sorry mulu dari tadi. Lebaran masih lama, Dan." Rena terkekeh, berusaha mencairkan suasana.

"Kita juga ga bisa maksain keadaan kan, Dan? Bareng kalo cuma bikin salah satu dari kita terbebani, ya buat apa juga?" lanjutnya.

"Apa gue masih bisa jadi temen lo?" tanya Dannis tulus.

Rena tanpa ragu menatap tepat di mata Dannis, ada penerimaan disana.

"Of course, gue juga ga berharap kita musuhan." jawab Rena dengan senyum tulus. Berteman. Ga ada salahnya.

"Thanks."

"Oh iya," Rena mengeluarkan benda bulat kecil berwarna silver, cincin, di permukaannya terukir R & D, inisal nama keduanya.

"Waktu itu lo bilang kalau cincin ini untuk wanita spesial lo, berhubung gue udah ga spesial lagi, jadi gue balikin deh." sambil terkekeh pelan, Rena meletakkan benda itu di hadapan Dannis.

"Lo bisa simpan ini Ren."

"Ogah ah, males keinget lo mulu. Mending lo aja yang simpan, ntar tinggal cari cewek yang inisialnya sama kayak gue, jadi lo ga perlu repot lagi nyari cincin. Lo lagi ngegebet adek kelas kan?"

Dannis mengulum senyumnya, mukanya memerah, mungkin saja malu.

"Tegang amat lo, santai kali. Salam deh buat calon pacar lo." ujar Rena, yang semakin menyudutkan Dannis.

"Lo pasti bisa nemuin yang lebih baik dari gue, Ren."

"Iya, pasti." balas Rena yakin. Dannis bukan yang terbaik.

"Thanks buat waktunya, Dan. Kalau aja gue tau bakal semudah ini buat ketemu lo, mending lo putusin gue dari dulu deh. Hehehee..."

Candaan yang ga lucu di telinga Dannis.
Merasa tujuannya sudah terpenuhi, Rena mengambil novel yang tadi tergeletak di atas meja, memasukkannya ke dalam tas yang ia bawa. Di luar terlihat mendung, ia ingin segera pulang sebelum kehujanan.

"Kalo gitu gue balik ya, Dan. Takut kehujanan. Minuman lo mau gue bayarin sekalian?" tanya Rena sambil berdiri dari duduknya. Ia menatap Dannis, menunggu jawaban dari cowok itu.

"Eh, ga usah. Gue aja." tolak Dannis.

"Gue pergi." ucap Rena, ia melangkah meninggalkan cafe, sekaligus meninggalkan hati Dannis.

Cowok itu hanya menatap punggung Rena yang perlahan menjauh dan kemudian hilang di balik pintu kaca yang membatasi cafe dengan dunia luar.

Lo beda Ren, maafin gue udah ngecewain lo. Batin Dannis.
Bahkan cara berpisah mereka pun juga beda, menurut Dannis.

***

Langkah Rena terasa ringan, seiring beban di dadanya yang sudah berkurang. Semua tentang penerimaan, tanpa dendam. Dannis bukan jodohnya.

Rena berjalan cepat ke arah halte terdekat, hujan perlahan turun, ia tak ingin kehujanan.

"Ah, langit aja ngertiin gue." ucap Rena saat berhasil tiba di halte tepat sebelum bulir hujan turun bergerombol.

"Kehilangan pacar bukan berarti harus kehilangan teman." ucap Rena pada dirinya sendiri. Ia tersenyum menatap setiap tetas air yang turun dari langit, sebuah senyum penerimaan.

Berdamai dan jujur pada diri sendiri adalah salah satu cara terbaik untuk bahagia.

Jumat, 24 Maret 2017

Diary Depresi - Tagihan Ulang Tahun

Selamat ulang tahun untuk kamu yang berulang tahun hari ini.  Iya,  kamu.  Kamu loh..  kamunya aku.  *eh *abaikan*

Gue ketemu seorang anak kecil,  ga kecil-kecil amat sih dari segi umur tapi lumayan kecil kalo dari ukuran tubuh. *apasih?! *
Anak ini ada aura-aura ajaibnya (menurut gue),  dia selalu benar dan menurutnya suka-suka dia mau ulang tahun kapan. Kan dia yang ulang tahun.  *Iyaterserahloaja*

Gue pernah baca salah satu postingan instagramnya,  captionnya begini "jadi anak bandel itu susah,  harus bertanggung jawab atas kenakalannya.  Yang gampang itu jadi anak baik,  tinggal diam aja.  Udah".
Pasti lo pada mikir ya dia ini anak nakal?  Salah!  Dia mah anak nakal yang cenderung baik, atau anak baik yang cenderung nakal? Ah, entahlah.  Kalo sekali liat,  lumayan baiklah.  Hijabnya aja lebih besar dari badannya. Tapi menurut gue nih,  pikirannya cukup liar.  Makanya ada tagline "yayang selalu benar". Kayaknya dia sendiri deh yang nyiptain.

Oh iya,  anak ini namanya Suci Keiva tapi dipanggilnya Yayang.  Ga nyambung?  Banget! Dia suka membaca dan ini yang bikin gue suka sama dia.  Selalu nyambung kalo bahasin novel sama dia mah. Ayaffluuhh Yayang. *ketjup*

24 Maret 2017. Ditanggal yang sama,  enambelas tahun yang lalu dia ikut-ikutan meramaikan bumi. Makin sesak aja deh ini bumi jadinya. Dan dua hari yang lalu gue udah diingetin kalo dia akan berulang tahun hari ini. Dia langsung loh yang ngingetin! Ga cuma itu,  bahkan H-1 gue masih diingetin. Gue ga ngerti lagi dah,  baru kali ini ada yang mau ultah pake diinget-ingetin segala. Katanya sih harus beda dari yang lain.  *sukaatiloaja*
Dan tadi aja masih ditagih loh sama dia ucapan habede dari gue. Astagaaa.. Gue curiga aja kalo dia ini sebenernya ngefans sama gue. *kibasponi*
Pas gue udah ngasih ucapan itu ke dia,  pada tau ga dia bilang apa?  Dia bilang gini, "akhirnya kamu tidak terlambat,  kamu peserta ke 224". Tuh!  Kepikiran ga lo buat urutin nomor peserta yang ngucapin habede ke elo?  Gue sih males!  Limited edition memang ini anaknya.

Usia boleh beda yang penting hobynya sama! Sebagai sesama penyuka novel,  gue sering tuh bahas-bahasin novel sama dia. Darisini juga gue tau kalo anak ini ga suka sad ending,  katanya suka mules kalo baca yang sad ending. Aneh kan?  Kalo yang normal mah bakal bilangnya sedih, bukan mules.  *geleng-gelenglemes*.

Selain itu dia suka ngaku sebagai anak sekolahan yang rasa kuliahan atau anak sekolahan yang rasa orang kantoran. Gue cuma bisa bilang,  semerdekanya elo dah!
Oh iya,  dia pernah juga nih pengen daftar kuliah disaat sekarang masih kelas 2 SMA.  Hah!  Lo pikir kuliah itu enak?!  Tanyain tuh sama mahasiswa tingkat akhir! Yakin gue lo bakal disuruh nyemilin kertas revisian skripsi! *evillaugh*

Selamat ulang tahun ke 16, Yayang!  Wah,kita beda delapan tahun ya. Tapi ga apa-apa,  beda delapan tahun itu seksi kok. *kedipinmata*
Semoga selalu bahagia dan tetap beda dari yang lain, karena yang sama udah banyak. Terus membaca biar pikirannya makin 'liar'.  Hehehee.

Dear Yayang
Kamu cocok jadi debt collector,  ucapan ultah aja kamu tagihin apalagi utang.  Pasti serem nagihnya.
Cukup sekali setahun aja ya kamu ulang tahunnya.  Nanti aku bosan ditagih mulu.

***

Quote of the day:

Ketika kamu berani menjadi beda, kamu akan terlihat dimanapun berada.