Minggu, 10 Mei 2015

Menggunung...




 Gunung Singgalang

Gue pengen banget berdiri sejajar sama awan, gue pengen banget liat bumi dari atas, dari puncak tertinggi. Gue pengen menggunung. Tapi ya itu keinginan yang hanya berakhir sampai kata 'pengen' karena entah kapan akan terwujudnya atau mungkin ga akan pernah sama sekali. Ibu melarang keras, keras banget. Di jaman kuliah sempat ada temen yang akan naik gunung sama organisasinya, waktu itu gue pengen ikut. Hal pertama yang gue lakuin adalah minta izin sama Ibu dengan harapan yang benar-benar berasa udah sampai di puncak gunung tapi  jawaban Ibu bikin gue seketika terjun bebas, sakit. Gue ditolak, guys. Ya.. ga sesakit ditolak gebetan sih, tapi tetep aja nyesek. Alasan Ibu karena gue cewek dan mendaki itu masih tabu buat cewek, itu menurut Ibu. Maklum sih, namanya juga seorang ibu pastinya ga ingin terjadi sesuatu sama anaknya. Ah, I love you, mom..
Perlahan gue mulai ngelupain salah satu mimpi gue itu, menggunung. Ternyata ga semudah itu buat ngelupain yang namanya sebuah impian. Puncaknya di akhir bulan maret, teman kerja gue  (re: Kak Melsy) mengumumkan bahwa dia dan teman-temannya berencana menaklukan gunung marapi di tanggal 4 April 2015. Semangat gue membara untuk bisa ikut. Panas. Saat itu juga gue dengan antusias tinggi bicara sama Ibu, gue yakin kali ini dikasih izin karena di rombongan itu ada teman kerja yang notabene adalah cewek. Dengan segala cara gue ngerayu Ibu, ibarat abege sekarang sering-sering ngemodusin. Tapi ya harapan ga selamanya sejalan dengan kenyataan, lagi-lagi Ibu menolak memberi izin. Seketika gue kebayang gimana rasanya jadi mereka yang ngemodusinnya sering tapi jadiannya ga pernah. NYESEKK. Sekali lagi angan gue berdiri sejajar sama awan itu sirna. Seandainya awan bisa lebih rendah *eh.
Ibu masih setia dengan alasannya, gue cewek. Oke, tapi kak Melsy juga cewek *nangis*. Sampai gue berpikir pengen dilahirkan sebagai cowok, tapi seandainya gue terlahir sebagai cowok pun belum tentu dapat izin kalau Ibunya masih Ibu gue yang sekarang, beliau parnoan. Sekali lagi, Ibu selalu pengen yang terbaik buat anaknya. I love you, mom. Gue benar-benar envy deh sama kak Melsy yang udah berkali-kali menaklukkan gunung. Cewek tangguh.
Sebesar apapun impian gue, gue ga akan pernah ngelakuin sesuatu tanpa seizin Ibu. Itu sih intinya. Gue percaya seorang Ibu punya mantra ajaib yang benar-benar ampuh. Mantra itu bisa jadi sesuatu hal yang menyenangkan atau malah bisa jadi boomerang ketika beliau mengucapkannya dengan tidak ikhlas. Dan Ibu selalu pengen yang terbaik untuk anaknya.
Restu orang tua itu penting. Disini gue cuma ngebahas Ibu, karena biasanya Ayah lebih gampang ditaklukin izinnya. Heheee.
Gue yakin bayak banget orang dengan impian yang hanya dalam angan, tapi disaat itu juga gue yakin ketika mimpi tidak bisa direalisasikan ada mimpi baru yang menanti untuk diwujudkan walaupun lo ga menganggapnya sebagai impian. Kita diberikan jalan yang dibutuhkan bukan jalan yang diinginkan. Mungkin saja, di jalan yang diinginkan itu ada lubang besar yang akan melahap ketika kita melewatinya dan membuat kita tertelan, tak terlihat. Sedangkan di jalan yang dibutuhkan, ada pelangi di ujungnya. (Oke, ini quote-nya ga nyambung -_-)
Semangat buat para pejuang impian!!!
Ga pernah naik gunung, tapi ada ini. Edelweis dari beberapa orang berbeda, salah satunya dari kak Melsy. Terima kasih.. :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar